Senin, 18 Mei 2015

Diandra Sanne Part 1



...Wahyu yang bekerja di sebuah restoran tidak menampik dirinya anggota geng motor Brigez. Pil Riklona dibelinya dari sesama anggota. Alasan dirinya menggunakan barang itu demi menimbulkan rasa berani. Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 62 UU No 5/1997 tentang Psikotropika yang ancaman hukumannya lima tahun penjara. (DNA) 

Suara ketukan keyboard yang sedari tadi memenuhi seluruh ruangan, bersaing dengan puluhan suara sejenis, berkejar-kejaran dengan jarum jam yang hampir berganti hari, akhirnya berhenti. Tidak semuanya berhenti serentak, paling tidak, berhenti di meja ini. Meja yang tetap rapi meski deadline hampir setiap hari membuat banyak orang di ruangan ini kocar-kacir. Meja yang dimiliki oleh perempuan dengan rambut ikal hitam panjang yang selalu diikat kuda karena tuntutan pekerjaaan. Profesi mereka tidak membiarkan wanita bercantik-cantik dengan rambut terurai panjang yang merepotkan. Helaan nafas terdengar pelan dari si empunya meja.

Akhirnya selesai juga.

Diandra Sanne. Jurnalis yang sangat mencintai pekerjaannya. Malam-malam seperti ini selalu dinantinya seperti seorang kekasih. Baginya, ruangan ini adalah peraduan, suara ketikan yang beradu dengan tempo yang berbeda-beda adalah desahan yang membuatnya semakin bergairah, hingga dia orgasme di ketikan kalimat terakhir. Sangat menyenangkan rasanya mencintai pekerjaan yang awalnya dipilihnya karena sebuah kemarahan. Tapi malam ini tentu akan berbeda sehingga ia biarkan  matanya terus menatap beberapa halaman ketikan yang akan segera naik cetak untuk muncul sebagai headline di Berita Jabar setelah melalui proses editing dan layouting. Selepas malam ini, dia tentu akan merasa kehilangan semua rutinitas yang telah dilakukannya bertahun-tahun belakangan. Pandangannya berhenti di inisial nama yang selalu diselipkan di akhir berita yang ditulisnya. DNA.

Mungkin, besok adalah hari terakhir kemunculan DNA. Setelah itu, untuk jangka waktu yang tidak bisa ditentukan, aku harus melakukan tugas baru. Bila lancar, bukan hanya tiga huruf itu yang akan muncul menjadi headline, tapi juga nama lengkapku. Bila gagal, bisa jadi nama lengkapku akan muncul diukir di batu nisan. Ucapnya dalam hati.

***

"TOR revisi sudah saya kirim ke email, Di. Silahkan cek dan persiapkan. Oiya, selamat bertugas." Ucapan itu berasal dari Kang Didik, atasannya saat Diandra menghadap untuk berpamitan.

Tugas baru. Lebih berat dari sekedar memburu narasumber dan mengejar deadline. Terbersit sedikit keraguan di hati Diandra. Mampukah? Namun, segera ditepisnya keraguan itu. Diraihnya sebotol parfum berbotol biru di  dalam tas. Disemprotkannya ke area pergelangan tangan dan dihirupnya dalam-dalam. Itu candunya dikala pesimis melanda. Sesosok wajah pucat, kurus, dan meraung-raung ketakutan itu segera muncul seolah dipanggil oleh aroma parfum yang masuk melalui indra penciumannya. Wajah yang tadinya tampan dengan rambut pendek ikal, mata sayu, serta bibir lucu yang selalu mengurai senyum dan tawa berderai itu adalah satu-satunya alasan Diandra berkutat di dunia ini. Kini, dengan tugas baru yang diperolehnya melalui bertahun-tahun perjuangan agar bisa menjadi pemburu berita kriminal paling handal di Berita Jabar, Diandra merasa dendamnya akan segera menemui pelampiasan.

***

Di taksi dalam perjalanan menuju rumah, Diandra membuka agenda harian dan dituliskannya rencana kegiatan besok di sana.

Audrick. 13.00. Cafe de Cozy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar